Featured Posts
Minggu, 09 Desember 2012
Rabu, 05 Desember 2012
KULTIVASI MIKROALGA DALAM SKALA LABORATORIUM
KULTIVASI MIKROALGA DALAM SKALA LABORATORIUM
Kelompok : 3
Muhammad Idris, Lia Badriyah, Irwan
Rudy Pamungkas, Muhammad Idris,
Isnaini Prihatiningsih,
Khasanah Dwi Astuti
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Mikroalga adalah kelompok
tumbuhan berukuran renik, diameternya antara 3-30 μm berupa tanaman thalus serta memiliki klorofil sehingga
sangat efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2
untuk keperluan fotosintesis. Mikroalga berpotensi sebagai alternatif penghasil
sumber energi baru dan terbarukan. Namun masih ada permasalahan yang muncul
seiring dengan pengadaan mikroalga sebagai sumber energi terbarukan, yaitu
proses kultivasi yang bisa dibilang memerlukan perhatian khusus. Proses
kultivasi dimulai dari sterilisasi ruangan, sterilisasi alat, sterilisasi
bahan, dan mulai kultivasi. Pada praktikum ini dilakukan kultivasi dengan empat
mikroalga, yaitu Botryococcus braunii,
Botryococcus sudeticus, Porphyridium cruentum, dan Scenedesmus vacuolatus. Dari hasil penelitian atau
praktikum didapat kelimpahan tertinggi dari B.
braunii adalah 22,033x106 sel/ml pada hari ke-3 dan terendah
adalah 11,133x106 sel/ml pada hari ke-7. Faktor lingkungan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga. Semakin meningkat suhu maka
pertumbuhan mikroalga semakin meningkat, dan semakin menningkat pH maka pertumbuhan
mikroalga akan menurun. Jurnal ini akan membahas perbandingan kelimpahan dari
empat mikroalga yang dikultivasi; fase pertumbuhan mikroalga; dan pengaruh
suhu, salinitas, dan pH terhadap kelimpahan sel mikroalga.
Kata kunci: Mikroalga, kultivasi, Botryococcus braunii, Botryococcus
sudeticus, Porphyridium cruentum, dan
Scenedesmus vacuolatus
1.
PENDAHULUAN
Laut merupakan bagian wilayah
terluas yang melingkupi bumi. Di Indonesia khususnya 2/3 wilayahnya merupakan
lautan, sehingga potensi yang ada pun besar, namun luasnya bagian ini tidak
akan menghasilkan nilai apapun jika tidak dimanfaatkan secara maksimal. Salah
satunya mikroalga. Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik, diameternya
antara 3-30 μm berupa tanaman thalus
serta memiliki klorofil sehingga sangat efisien dalam menangkap dan
memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Mikroalga terdiri dari banyak spesies yang hampir semuanya
adalah organisme akuatik (Sasmita et
al, 2004). Dalam biomassa mikroalga terkandung
bahan-bahan penting yang sangat bermanfaat, misalnya protein, karbohidrat,
lemak dan asam nukleat. Persentase keempat komponen tersebut bervariasi
tergantung jenis mikroalganya. Kandungan minyak yang terkandung dalam tubuh
mikroalga bisa mencapai 70 % dari total berat kering (Kawaroe et al, 2010).
Dari kandungan minyak inilah mikroalga memiliki potensi besar untuk dijadikan
bahan baku biofuel. Namun sayangnya
penelitian mengenai mikroalga ini masih sangatlah kurang. Oleh karena itu di
mata kuliah Biologi tumbuhan laut ini dilakukan kegiatan kultivasi sampai
pemanenan mikroalga.
Kultivasi
merupakan langkah awal kegiatan praktikum kali ini, kultivasi menggunakan lima
spesies. Dengan menggunakan aerasi, dengan penambahan pupuk dan pencatatan data
kualitas air setiap harinya baik salinitas, suhu, dan pH. Setiap harinya
dilakukan pengamatan jumlah kelimpahan mikroalga dengan menggunakan
haemocytometer.
Kultivasi dengan
aerasi tanpa penambahan apapun, dan disertai cahaya lampu dan dalam suhu
ruangan yang dikontrol. Kultivasi ini lebih sederhana karena tidak menggunakan
bahan lain seperti CO2 maupun penambahan air limbah dalam media
kultivasinya.
Tujuan dilakukannya praktikum atau
penelitian mengenai kultivasi mikroalga ini adalah untuk melihat perbandingan
kelimpahan dari empat spesies mikroalga selama kultivasi, pengaruh suhu,
salinitas, dan pH terhadap kelimpahan mikroalga. Sehingga harapan kedepan
praktikum ini dapat menjadi modal dasar untuk mengembangkan mikroalga.
2.
METODOLOGI
2.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada tanggal 9 November 2012 hingga 21 November 2012 bertempat di
Laboratorium Kultivasi Mikroalga, Lt.4 Ilmu dan Teknologi kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
2.2
Alat dan
Bahan
Alat dan
bahan yang digunakan pada penelitian ini dicantumkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan
Bahan
Alat dan Bahan
|
Unit
|
Erlenmeyer (2000 ml)
|
8 buah
|
Selang
|
8 buah
|
Batu pemberat
|
8 buah
|
Mikroskop
|
2 buah
|
Termometer
|
2 buah
|
pH meter
|
1 box
|
Air laut
|
6 liter
|
Air tawar
|
3 liter
|
Akuades
|
2 liter
|
Tisu
|
2 roll
|
Alkohol
|
2 botol
|
Gunting
|
1
|
Haemocytometer
|
1
|
Masker
|
5
|
Pipet tetes
|
10
|
Bibit mikroalga
|
4 spesies
|
Erlenmeyer
digunakan untuk tempat kultur dan mikroskop digunakan untuk mengambil sample
mikroalga saat penghitungan kelimpahan (pengambilan data), selang digunakan
untuk aerasi. Termometer digunakan untuk mengukur suhu ruangan dan suhu media
(kultur) mikroalga. Selain bahan yang tercantum dalam tabel, ada bahan tambahan
yaitu pupuk sebagai nutrisi mikroalga agar tidak mati. Speies yang digunakan
adalah Botryococcus braunii, Botryococcus sudeticus, Porphyridium cruentum, dan Scenedesmus vacuolatus.
2.3
Prosedur
Penelitian
Prosedur penelitian kultivasi mikroalga dalam skala laboratorium
ditunjukan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian
2.3.1
Sterilisasi
Ruangan
Kegiatan sterilisasi ini dengan
membersikan ruangan terlebih dahulu dari debu maupun partikel kotor lainnya
dengan cara menyapu, mengepel ruangan yang akan dijadikan tempat kultivasi agar
steril.
2.3.2
Sterilisasi
Alat
Kegiatan
sterilisasi ini dengan mencuci dengan deterjen atau sabun cuci lainnya,
kemudian keringkan. Setelah kering semprotkan dengan alkohol.
2.3.3
Sterilisasi
Bahan
Kegiatan sterilisasi dimulai dengan merebus
masing-masing air laut dan air tawar sampai tepat mendidih, kemudian
didinginkan setelah itu disaring.
2.3.4
Tahapan
Kultivasi
Langkah awal yang dilakukan dengan
menyiapkan masing-masing spesies dari Botryococcus
braunii, Botryococcus sudeticus, Porphyridium cruentum, dan Scenedesmus vacuolatus. Kemudian dari masing-masing spesies tersebut diberikan
media kultivasi yang berbeda tergantung tempat hidupnya, ada yang menggunakan
air laut, ada juga yang menggunakan air tawar. Masukkan masing-masing inokulan
dengan media air masing-masing 1,5 liter. Pastikan aerasi berjalan baik beserta
suhu dan pencahayaan.
2.3.5
Perhitungan
kelimpahan sel
Perhitungan
kelimpahan sel mikroalga dari masing-masing Erlenmeyer pada penelitian
dilakukan setiap hari.Perhitungan kelimpahan sel menggunakan Haemocytometer dan mikroskop. Kelimpahan
mikroalga dihitung dengan menggunakan formula Improved Neubaeur Haemocytometer sebagai berikut:
(sel/ml) =
……………… (1)
dimana: N = jumlah sel mikroalga yang
teramati
atas
|
bawah
|
Gambar 2. Perhitungan Kepadatan Mikroalga pada Haemocytometer
3.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Perbandingan Kelimpahan Sel Mikroalga
Jenis mikroalga
yang paling mudah dikultivasi adalah Botryococcus
braunii dan Botryococcus sudeticus.
Hal ini dibuktikan dengan tinginya kelimpahan sel mikroalga selama kultivasi (Gambar
3). Kelimpahan tertinggi dari B. braunii
adalah 22,03x106 sel/ml pada hari ke-3 dan terendah adalah 11,133x106
sel/ml pada hari ke-7. Hal ini terjadi karena pada hari ke-3 merupakan fase
dimana pertumbuhan sel mikroalga lebih besar dibanding laju kematian, pada
kondisi ini mikroalga mengalami fase eksponensial. Sementara pada hari ke-7
merupakan fase kematian mikroalga sehingga laju kematian lebih tinggi dibanding
laju pertumbuhannya.
Gambar 3. Grafik Kelimpahan Sel Mikroalga
Mikroalga jenis Scenedesmus vacuolatus dan Porphyridium cruentum memiliki
kelimpahan yang jauh dibawah B. braunii
dan B. sudeticus. Hal ini terjadi
kemungkinan karena faktor media dan faktor lain. Media tanam (kultur) dari P. Cruentum dan S. Vacuolatus mengalami kontaminasi oleh mikroba lain. Faktor lain
karena tingkat ketahanan mikroalga jenis P.
Cruentum dan S. Vacuolatus rendah
sehingga banyak terjadi kematian ketika sebelum dilakukan kultivasi.
Gambar 4. Kelimpahan Sel Botryococcus
Braunii
Terjadi
peningkatan kelimpahan sel B. braunii
pada hari ke-0 sampai hari ke-1 (Gambar 4) dengan kelimpahan mencapai 11,466x106
sel/ml, inilah yang disebut dengan fase lag pada pertumbuhan mikroalga.
Selanjutnya mikroalga mengalami peningkatan kelimpahan secara drastis dimana
sel mikroalga berproduksi dengan cepat dan mencapai 22,033x106 sel/ml.
Hal ini terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dan disebut fase eksponensial.
Mulai hari ke-3 sampai hari ke-4 mikroalga mengalami penurunan pertumbuhan
sampai 21,983x106 sel/ml. Pada tahap inilah terjadi fase
transisional. Mulai hari ke-4 sampai hari ke-6 jumlah mikroalga yang mati
hampir sama dengan jumlah produksi sel mikrkoalga. Pada tahap ini disebut fase
stasioner. Selanjutnya mikroalga mengalami kematian massal dimana laju kematian
sel mikroalga melebihi laju produksi yang terjadi pada hari ke-6 sampai hari
ke-7 dan mikroalga yang tersisa adalah 11,133x106 sel/ml. Tahap ini
disebut fase kematian.
Gambar 5. Kelimpahan Sel Scenedesmus Vacuolatus
Pertumbuhan
mikroalga jenis S. vacuolatus
berbentuk grafik sinus (Gambar 5). Hari ke-0 sampai hari ke-1 mikroalga
mengalami kematian (laju kematian lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan). Hal
ini mungkin dipengaruhi oleh kurangnya pasokan nutrien ke dalam media tanam
(kultur). Selanjutnya di hari ke-1 sampai hari ke-2 S. Vacuolatus mengalami peningkatan kelimpahan namun belum terjadi
peningkatan secara drastis, karena mulai hari ke-1 dimasukkan nutrien ke dalam
media. Pada tahap ini mikroalga mengalami masa (fase) lag. Kelimpahan sel S. vauolatus mencapai 0,467x106
sel/ml. Selanjutnya mikroalga mengalami fase eksponensial pada hari ke 2 sampai
hari ke-4 dan mencapai kelimpahan sebesar 1,283x106 sel/ml. Pada
tahap ini pertumbuhan mikroalga lebih besar dibanding tingkat kematiannya. S. Vacuolatus akan mengalami fase dimana
tingkat produksi seimbang dengan tingkat kematian, yaitu fase stasioner, pada
hari ke-4 sampai hari ke-5. Pada kondisi ini mikroalga sampai pada tingkat
kelimpahan tertinggi, yaitu 1,4x106 sel/ml. Produksi S. Vacuolatus mengalami penurunan
drastis dan tingkat kematian meningkat drastis pada fase kematian yaitu hari
ke-5 sampai hari ke-7.
Gambar 6. Kelimpahan Sel Porphyridium
Cruentum
Porpyridium cruentum
merupakan jenis mikroalga yang sulit dikultivasi. Karena P. cruentum sangat sensitif dan perlu ketelitian khusus agar mikroalga
jenis ini bisa dikultivasi. Kelimpahan tertinggi sel P. cruentum ada pada hari ke-0 sebesar 2,967x106 sel/ml
(Gambar 6). P.cruentum mengalami
kematian yang sangat tinggi pada hari ke-0 sampai hari ke-1 dan hampir
mendekati kelimpahan 0 sel/ml. Namun pada hari ke-1 sampai hari ke-2 mengalami
peningkatan hingga 2x106 sel/ml. Hal ini terjadi setelah diberikan
nutrien ke media tanam (kultur). Namun, kembali terjadi kematian pada hari ke-2
sampai hari ke-3. Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 kembali terjadi peningkatan
produksi. Namun, kembali lagi terjadi kematian pada hari ke-4 sampai hari ke-7
dan dipastikan pada tahap ini mikroalga mengalami fase kematian.
Gambar 7.
Kelimpahan Sel Botryococcus
sudeticus
Botrycoccus sudeticus
merupakan mikroalga yang tahan terhadap kondisi kekurangan nutrien dibanding S. vacuolatus dan P. cruentum. B. sudeticus
mengalami fase lag pada hari ke-0 sampai hari ke-1 dengan kelimpahan mencapai
17,7x106 sel/ml pada hari ke-1. Pada hari ke-1 sampai hari ke-3
mikroalga mengalami kondisi yang kurang stabil (transisi) dimana tingkat
produksi hampir sama dengan tingkat kematian. B. sudeticus mengalami peningkatan kelimpahan pada hari ke-3 sampai
hari ke-6 (fase eksponensial). Selanjutnya mikroalga mengalami kematian yang
tinggi pada hari ke-6 sampai hari ke-7 (fase kematian).
3.2
Pengaruh
Suhu Terhadap Kelimpahan Sel Mikroalga
Faktor
lingkungan sangat menentukan dalam kultur atau budidaya mikroalga. Salah satu
faktor lingkungan yang perlu mendapat perhatian adalah suhu. Suhu akan
mempengaruhi produksi dan pertumbuhan mikroalga. Pada dasarnya peningkatan suhu
akan meningkatkan metabolisme dan meningkatkan produksi sel mikroalga. Namun,
pengaruh suhu bergantung pada jenis mikroalganya sendiri. Pengaruh suhu
terhadap kelimpahan mikroalga ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar
8. Grafik Hubungan Suhu Terhadap Kelimpahan sel Mikroalga Botryococcus braunii, Scenedesmus vacuolatus, Porphyridium cruentum,
dan Bottryococcus sudeticus pada Hari ke-0 Sampai Hari ke-7.
Dari grafik
diatas dapat dilihat bahwa semakin menurunnya suhu akan menurunkan
produktivitas mikroalga. B. braunii
dapat tumbuh secara optimum ketika suhu media (lingkungan) juga optimum, yaitu
20-25oC. S. vacuolatus
tumbuh secara optimum pada suhu 22-25oC. P. cruentum tumbuh secara optimum pada suhu 22-26oC.
Sementara B. sudeticus dapat tumbuh
secara optimum pada suhu 22-24oC. Hal unik yang terjadi adalah
ketika suhu menurun pada fase lag, justru tingkat produksi mikroalga meningkat.
Ketika suhu media menurun pada hari ke-0 sampai hari ke-2 justru pertumbuhan
mikroalga meningkat. Berbeda dengan S.
vacuolatus yang pertumbuhannya menurun mengikuti penurunan suhu sampai hari
ke-2. Mungkin pada fase lag, suhu tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroalga. Pada fase-fase selanjutnya pertumbuhan mikroalga bergantung pada
suhu.
Grafik B. braunii dan B. sudeticus menunjukkan hubungan yang jelas antara suhu dengan
kelimpahan. Pola pertumbuhan kedua spesies tersebut mengikuti pola perubahan
suhu. Ketika suhu menurun pada hari ke-2 sampai hari ke-3 maka kelimpahan B. sudeticus juga menurun. ketika
mengalami peningkatan suhu pada hari ke-5 sampai hari ke-6 maka kelimpahan sel B. sudeticus juga meningkat.
3.3
Pengaruh
pH Terhadap Kelimpahan Sel Mikroalga
Perbedaan jenis
mikroalga akan memiliki perbedaan pH optimal agar mikroalga mampu berkembang. Kisaran
pH optimum sangat tergantung pada jenis mikroalganya. Mikroalga jenis Chlorella memiliki kerapatan sel
tertinggi pada pH 7 dan terendah pada pH 5 (Prihatini, 2005). Pengaruh pH
terhadap mikroalga jenis B. braunii, B. sudeticus, P. cruentum, dan S. vacuolatus
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar
9. Grafik Hubungan pH Terhadap Kelimpahan sel Mikroalga Botryococcus braunii, Scenedesmus vacuolatus, Porphyridium cruentum,
dan Bottryococcus sudeticus pada Hari ke-0 Sampai Hari ke-7.
pH optimum B. braunii berkisar pada 6-7,5. Pada
dasar pH berpengaruh terhadap kandungan CO2. Semakin meningkat pH
maka kandungan CO2 juga akan meningkat. Seiring dengan meningkatnya
kandungan CO2 maka produksi mikroalga akan menurun. Karena dengan
meningkatnya CO2 akan meningkatkan ion HCO3-
di perairan. Ion ini bersifat racun dan dapat mematikan sel mikroalga. Ketika
pH pada B. braunii mulai menurun pada
hari ke-2 pertumbuhan meningkat. Sementara ketika pH mulai meningkat pada hari
ke-3, pertumbuhan berhenti dan kelimpahan sel menurun. Hal yang sama juga
ditunjukkan oleh S. vacuolatus ketika
pH mulai konstan pada hari ke-2 sampai hari ke-4, pertumbuhan S. vacuolatus meningkat. Ketika pH mulai
meningkat pada hari ke-5, pertumbuhan menurun.
pertumbuhan
mikroalga selain dipengaruhui oleh suhu, juga dipengaruhi oleh pH. Kisaran pH
optimum dari setiap spesies mikrkoalga tergantung dari jenis spesiesnya sendiri
karena setiap spesies memiliki daya tahan yang berbeda terhadap perubahan
faktor lingkungan. B. braunii
memiliki pH optimum antara 6-7,5. S.
vacuolatus memiliki pH optimum 7, P.
cruentum memiliki pH optimum 7, dan B.
sudeticus memiliki pH optimum 7.
3.4
Pengaruh
Salinitas Terhadap Kelimpahan Sel Mikroalga
Salinitas juga
memiliki pengaruh terhadap produktivitas mikroalga. Salinitas akan mempengaruhi
kandungan air yang terdapat di dalam sel mikroalga. Ketika salinitas media
tinggi (diatas batas normal) dan tidak bisa ditolerir maka kandungan air di
dalam mikro alga akan keluar dan membuat mikroalga mati. Kisaran salinitas
optimum setiap mikroalga berbeda-beda, hal ini kembali dikarenakan tingkat
ketahanan setiap mikroalga terhadap perubahan lingkungan.
Gambar
10. Grafik Hubungan Salinitas Terhadap Kelimpahan sel Mikroalga Botryococcus braunii, Scenedesmus
vacuolatus, Porphyridium cruentum, dan Bottryococcus sudeticus pada Hari
ke-0 Sampai Hari ke-7.
B. braunii memiliki
salinitas optimum 15‰ (Gambar 10).
Ketika salinitas menurun dari sekitar 35‰ sampai 15‰ pertumbuhan B. braunii meningkat. Selannjutnya
salinitas hampir konstan dan pertumbuhan konstan sampai pada akhirnya B. braunii memasuki fase kematian pada
hari ke-6. Berbeda halnya dengan S.
vacuolatus yang pertumbuhnannya sejalan dengan pola perubahan salinitas.
Ketika salinitas menurun pada hari ke-1, kelimpahan mikroalga ikut menurun.
ketika salinitas meningkat pada hari ke-2 sampai hari ke-4, kelimpahan sel
mikroalga ikut meningkat. Berbeda lagi dengan P. cruentum yang pertumbuhan selnya berlawanan dengan perubahan
salinitas. Ketika salinitas menurun, pertumbuhan meningkat, begitu pula
sebaliknya. B. sudeticus juga
memiliki pola yang sama dengan S.
vacuolatus.
Jadi kondisi
salinitas optimum setiap spesies dapat berbeda-beda. S. vacuolatus memiliki salinitas optimum antara 0-10 ‰, B.
sudeticus memiliki salinitas optimum antara 2-5 ‰. Berbeda dengan B. braunii yang memiliki salinitas
optimum antara 12-20 ‰ dan P. cruentum
yang memiliki salinitas optimum 40-42 ‰.
4.
KESIMPULAN
Mikroalga jenis B. braunii lebih mudah mudah
dikultivasi. Kelimpahan tertinggi B.
braunii mencapai 22,033x106 sel/ml dan terendah adalah 11,133x106
sel/ml. Kelimpahan tertinggi S.
vacuolatus mencapai 13,333x106 sel/ml dan terendah mencapai 0,383x106
sel/ml. Kelimpahan tertinggi P. cruentum
mencapai 2,966x106 sel/ml dan terendah mencapai 0 sel/ml. Kelimpahan
tertinggi B. sudeticus mencapai 60,65x106
sel/ml dan terendah mencapai 17,7x106 sel/ml.
B. braunii dapat tumbuh
secara optimum ketika suhu media (lingkungan) juga optimum, yaitu 20-25oC.
S. vacuolatus tumbuh secara optimum
pada suhu 22-25oC. P. cruentum
tumbuh secara optimum pada suhu 22-26oC. Sementara B. sudeticus dapat tumbuh secara optimum
pada suhu 22-24oC.
B. braunii memiliki pH
optimum antara 6-7,5. S. vacuolatus
memiliki pH optimum 7, P. cruentum
memiliki pH optimum 7, dan B. sudeticus
memiliki pH optimum 7. S. vacuolatus
memiliki salinitas optimum antara 0-10 ‰, B.
sudeticus memiliki salinitas optimum antara 2-5 ‰. Berbeda dengan B. braunii yang memiliki salinitas
optimum antara 12-20 ‰ dan P. cruentum
yang memiliki salinitas optimum 40-42 ‰.
DAFTAR PUSTAKA
Kawaroe et al.
2010. Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar.
Bogor: IPB Press.
Prihantini B. N, Putri B, Yuniati R. 2005. pertumbuhan chlorella spp. dalam medium ekstrak tauge (met)
dengan variasi ph awal. makara, sains, vol. 9, no. 1, Hal: 1-6.
Sasmita et al.
2004. Pengembangan Teknik Ultrafiltrasi untuk Pemekatan Mikroalga. [Prosiding
Seminar]. Semarang: jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
LAMPIRAN
1.
Data
Ø
Botryococcus braunii
Hari
ke
|
Kelimpahan
(x 106 sel/ml)
|
STDEV
|
Suhu
(°C)
|
Salinitas
(‰)
|
pH
|
0
|
11,46666667
|
46,91836883
|
29
|
6
|
15
|
1
|
13,26666667
|
121,6155144
|
29,5
|
6
|
34
|
2
|
17,91666667
|
61,69548876
|
24
|
6
|
14
|
3
|
22,03333333
|
128,3134184
|
23
|
6
|
15
|
4
|
21,98333333
|
43,03874224
|
23
|
7
|
15
|
5
|
21,650000
|
37,04051835
|
21
|
8
|
15
|
6
|
21,450000
|
65,04613747
|
24
|
7
|
19
|
7
|
11,13333333
|
20,0083316
|
23
|
7
|
20
|
Ø
Scenedesmus vacuolatus
Hari
ke
|
Kelimpahan
(x 106 sel/ml)
|
STDEV
|
Suhu
(°C)
|
pH
|
Salinitas
(‰)
|
0
|
0,8833333333
|
14,571662
|
28
|
6
|
5
|
1
|
0,3833333333
|
6,429100507
|
29,5
|
6
|
11
|
2
|
0,4666666667
|
7,094598885
|
24
|
7
|
2
|
3
|
0,9333333333
|
24,94660966
|
24
|
7
|
3
|
4
|
1,283333333
|
9,712534856
|
24
|
7
|
18
|
5
|
1,333333333
|
15,011107
|
21,5
|
7
|
2
|
6
|
0,5666666667
|
2,516611478
|
25
|
8
|
2
|
7
|
0,4166666667
|
7,571877794
|
23
|
7
|
2
|
Ø
Porpyridium cruentum
Hari
ke
|
Kelimpahan
(x 106 sel/ml)
|
STDEV
|
Suhu
(°C)
|
pH
|
Salinitas
(‰)
|
0
|
2,96666667
|
23,43786111
|
29,5
|
7
|
36
|
1
|
0
|
0
|
32
|
7
|
54
|
2
|
2,050000
|
35,51056181
|
25
|
7
|
40
|
3
|
0,116666667
|
1,154700538
|
24,5
|
7
|
41
|
4
|
0,6
|
13,22875656
|
23
|
7
|
40
|
5
|
0,3
|
4,582575695
|
22
|
8
|
41
|
6
|
0,0166666667
|
0,577350269
|
26
|
8
|
41
|
7
|
0,0666666667
|
1,154700538
|
24
|
7
|
43
|
Ø
Botryococcus sudeticus
Hari
ke
|
Kelimpahan
(x 106 sel/ml)
|
STDEV
|
pH
|
Suhu
(°C)
|
Salinitas
(‰)
|
0
|
17,7
|
62,35382907
|
6
|
28,5
|
1
|
1
|
18,15
|
11,26942767
|
6
|
30
|
2
|
2
|
38,35
|
12,50333289
|
6
|
23
|
3
|
3
|
22,35
|
77,14920609
|
6
|
23
|
5
|
4
|
25,2
|
56,34713835
|
7
|
23
|
4
|
5
|
29,25
|
51,85556865
|
7
|
21
|
2
|
6
|
60,65
|
344,611859
|
7
|
25
|
3
|
7
|
30,55
|
68,73378597
|
7
|
23
|
3
|
2.
Foto
Kultivasi
Ø
Sterilisasi
alat
Ø
Persiapan
bibit mikroalga
Ø
Proses
Kultivasi
Ø
Pengamatan
harian
Langganan:
Postingan (Atom)